Pages

Rabu, 01 Juni 2016

Cerdas Mengenal Produk Paraben


Perawatan kulit wajah, agaknya menjadi bagian tak terpisahkan bagi masyarakat modern, khususnya kaum hawa. Agar tampil lebih menarik, tak segan mereka mengeluarkan lebih banyak uang untuk merawatnya. Rumah-rumah kecantikan/salon yang tumbuh bak jamur dimusim penghujan kebanjiran pelanggan. Beragam jenis kosmetik perawatan kulit pun ditawarkan. Mulai dari sabun mandi yang diklaim menghaluskan kulit, pembersih muka,cream anti acne, sampai krim pemutih.

Namun, meluasnya pemakaian produk perawatan kulit oleh masyarakat tanpa batas, dikhawatirkan bisa menimbulkan efek-efek samping yang akan mengganggu kesehatan. Produk perawatan kulit termasuk golongan kosmetika bukan obat, sehingga fungsinya tidak untuk mempengaruhi tubuh manusia, seperti yang dikutip dari laman, ylki.or.id.
Sedikit masyarakat yang tahu bahwa struktur dan fungsi kulit sangat dipengaruhi lingkungan, karena itu penggunaan produk perawatan kulit yang salah dapat menimbulkan efek samping. Artinya, munculnya kelainan pada kulit dapat terjadi karena pemakaian yang berlebihan, penggunaan bahan-bahan kimia yang tidak tepat, serta pembuatan yang tidak baik pada produk perawatan kulit.

Padahal, penggunaan produk perawatan kulit yang salah dapat memicu efek samping yang sulit terdeteksi. Ini terjadi karena kebanyakan produk yang dipakai biasanya beberapa jenis dan komposisi dari produk merupakan campuran beragam bahan dengan sifat yang berbeda-beda. Selain itu, tidak semua bahan dicantumkan dalam label. Lebih menyulitkan lagi karena tidak semua penderita yang mengalami masalah, segera konsultasi ke dokter. Inilah yang kemudian menjadi penyebab efek samping tidak terdeteksi dengan jelas.

Menurut Perkumpulan Ahli Dermatologi, di beberapa negara Eropa dan Amerika, salah satu kosmetik yang sering memberi efek samping adalah pemakaian produk perawatan kulit. Produk tersebut umumnya terdiri dari campuran bahan-bahan. Untuk itu harus diperhatikan komposisinya, seperti bahan aktif, bahan pengawet, bahan anti mikroba, bahan anti oksidan, parfum, serta zat warna. 
Produsen kosmetik Bionsen di Inggris, menyebutkan bahwa kaum perempuan setiap hari  terpapar 515 bahan kimia dari berbagai produk kecantikan. Bahan kimia tersebut merupakan bahan dasar produk pembuatan kosmetik, seperti pembersih, pelembab kulit, perawatan rambut  shampo dan gel rambut, serta  produk untuk pencukur  janggut.

Penggunaan Paraben

Dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia No: HK.00.05.42.1018 tentang Bahan Kosmetik menyantumkan daftar bahan yang diizinkan digunakan dalam kosmetik dengan pembatasan dan persyaratan penggunaan. Diantaranya penggunaan bahan paraben yaitu nama dagang dari 4-Hydroxybenzoic acid, its salt and esters dengan nomor ACD 12 di daftar pengawet. Dijelaskan bahwa  ester adalahmethyl, ethyl, propyl, isopropyl, butyl, isobutyl, dan phenyl. Kadar maksimumnya 0,4 persen (asam) untuk ester tunggal serta 0,8 persen (asam) untuk ester campuran yang ditambahkan kedalam sediaan kosmetik dengan tujuan utama untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme .

Sementara, penggunaan pengawet paraben sebenarnya mengundang kontroversi karena beberapa penelitian menunjukkan paraben bisa memicu masalah kesehatan serius seperti pencetus kanker dan masalah kesuburan pada pria. Ada juga penelitian yang dilakukan oleh Kyoto Prefectural University of Medicine, bahwa beberapa jenis paraben yang aman, bisa juga bermutasi menjadi racun berbahaya saat terkena sinar matahari.
Lain halnya dengan para ilmuwan dari FDA yang menyatakan paraben aman, tetapi masih dibutuhkan penelitian lanjutan. Diperkirakan lebih dari 90 persen dari semua produk kosmetik mengandung satu atau lebih paraben. Faktanya, paraben merupakan zat pengawet yang paling banyak digunakan di dunia karena keberhasilannya, rendahnya risiko iritasi yang mungkin timbul dan stabilitasnya.

Pada dasarnya, setiap bahan kimia yang ditempelkan pada kulit dapat menyebabkan kelainan kulit. Jika aplikasi pertama pada kulit memberikan kelainan disebut iritan, kemudian kalau terjadi kelainan setelah pemakaian berulang disebut sensitizer. Pencetus keracunan, kanker, atau kelainan kulit yang mengancam kesehatan bukan hanya dari paraben saja tetapi bisa juga dari bahan kimia lain seperti  Sodium Lauryl Sulfate (SLS) dan Ammonium Lauryl Sulfate (ALS), Propylen Glycol, Isopropyl alcohol, Diethanolamine (DEA), Triethanolamine (TEA) danMonoethanolamine (MEA), Aluminium, Minyak mineral, serta Polyethylen Glycol (PEG).  Penggunaan berlebihan dapat menimbulkan iritasi yang hebat bahkan komplikasi penyakit dalam. Penting diketahui, bahwa paraben bukanlah satu-satunya zat yang memiliki efek estrogenic terhadap tubuh.

Bulan Maret 2010 Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) bersama Organisasi Konsumen Korea melakukan analisa label pada produk perawatan kulit yang mengandung Paraben di Jakarta. Ada 36 produk kosmetik yang terkumpul terdiri dari shampo, busa mandi, pembersih muka, sabun mandi, serta krim untuk iritasi.

Pengawet konon diperlukan untuk memberi perlindungan pada kosmetik agar terhindar dari pencemaran saat digunakan dan akibat pertumbuhan kuman. Pengawet lainnya adalah Ammonium kuartener, alcohol, golongan fenol, antioksidan BHA, Vit E, asam benzoat. 
Memang, semua bahan tersebut masuk kategori bahan yang diperbolehkan dalam kosmetik. Selain pengawet, produk perawatan kulit mengandung juga penyeimbang PH, stabilisator, pewarna, pewangi, dan pelembab dari beragam bahan kimia.
 Survei pemahaman konsumen tentang bahan-bahan berbahaya dalam produk perawatan kulit yang pernah dilakukan YLKI, lebih menunjukkan ketidakpahaman konsumen. Selain bentuk huruf yang teramat kecil, banyaknya komposisi, dan bahasa teknis menjadi keluhan konsumen ketika memilih produk.
 Ada yang menduga bahwa produk – produk yang menyantumkan menggunakan bahan alami ternyata menggunakan pengawet paraben juga karena paraben merupakan bahan ’food grade’ (dapat dimakan). Paraben dibentuk dari asam (p-hydroxy benzoic acid) yang juga terdapat di dalam raspberry dan blackberry.
 Nah, untuk konsumen, langkah terbaik dengan cara membiasakan membaca label meski sulit dipahami, setidaknya gunakan sesuai aturan pakai yang tercantum. Dan ingat, jangan pernah mau dibodohi oleh kata-kata’natural’ atau ’organic’ pada kemasan produk, jika komposisinya mencantumkan bahan kimia lain.  Terakhir, dan tak kalah penting, gunakan sesuai kebutuhan.

sumber : info-jogja.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar